Kisah Sekolah Penggerak di DKI Jakarta dalam Melakukan Transformasi Pembelajaran

Denty A. 8 Juni 2023

Jakarta, 7 Juni 2023 – Salah satu sesi dalam Forum Pemangku Kepentingan Program Sekolah Penggerak Tahun 2023 yang diselenggarakan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi DKI Jakarta adalah refleksi dan paparan praktik baik aktivitas Sekolah Penggerak. Beberapa sekolah yang berkesempatan menceritakan pengalamannya menjadi Sekolah Penggerak adalah TK Islam Amar Ma`ruf, SMPN 41, dan SMA Avicenna Jagakarsa.

Penanggungjawab Program Sekolah Penggerak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Katman mengatakan bahwa dengan menerapkan Kurikulum Merdeka, Sekolah Penggerak diharapkan mampu meningkatkan capaian pembelajarannya satu hingga dua level dibanding sebelumnya. Selain itu, sekolah juga diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, aman, dan nyaman bagi peserta didik. Terakhir, sekolah mampu melakukan refleksi atas potensi dan kelemahan untuk dipetakan strategi evaluasinya sebagai bahan tindak lanjut di masa mendatang.

“Dengan demikian, proses belajar tidak akan terganggu dengan situasi maupun sarana prasarana seminim apapun karena proses penbelajaran tetap dapat berjalan,” tegas Katman di Kantor BPMP Provinsi DKI Jakarta pada Selasa (6/6/2023).

“Saya optimis dengan dukungan pemangku kepentingan, akan semakin banyak sekolah di DKI Jakarta yang mengadopsi praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka. Saya mendorong dari forum ini akan lahir banyak narasumber yang dapat mendiseminasikan praktik baik Kurikulum Merdeka sehingga mendukung percepatan transformasi pendidikan di sekolah-sekolah lain,” imbuh Katman.

Katman juga menyampaikan bahwa esensi dari penerapan Kurikulum Merdeka bukan hanya sekadar laporan bukti fisik capaian pembelajaran melainkan dalam diri warga pendidikan tercermin semangat untuk terus belajar dan terampil dalam menyelesaikan masalah. Misalnya, ketika peserta didik melakukan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), sebenarnya pada saat itu guru sedang memberi stimulan kepada siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah. “Proyek inilah yang harus berorientasi pada proses peserta didik memecahkan masalahnya,” urainya.

Pada sesi paparan praktik baik, Kepala Sekolah TK Islam Amar Maruf, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Badi’ah mengaku senang ketika menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolahnya karena ia dapat mempraktikkan secara lebih optimal konsep 4C yaitu critical thinking (berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), dan creativity (kreativitas). “Kurikulum sebelumnya masih bersifat kontekstual, berpusat pada guru, dan metode pembelajaran umumnya kurang diminati siswa,” ungkap Badi’ah.

“Setelah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, saya melihat proses pembelajaran menuju lebih baik. Kami juga mendapat pendampingan dari dinas pendidikan, Kemendikbudristek, fasilitator, hingga melakukan pelatihan secara mandiri pada Platform Merdeka Mengajar (PMM). Kami secara aktif melibatkan seluruh elemen pendidikan di sekolah. Proses pembelajaran yang berpusat pada anak terasa lebih menyenangkan dan memotivasi anak-anak dalam belajar. Guru pun menjadi terpacu untuk terus berinovasi,” ucap Badi’ah.

Terkait perencaan berbasis data, sekolahnya merasakan dampak positif yaitu meningkatnya mutu satuan pendidikan menjadi lebih baik dan pembelajaran yang lebih menyenangkan (well being). Sementara itu, dari sisi digitalisasi sekolah, yang telah dilakukan TK Islam Amar Maruf adalah 1) membuata akun belajar sesuai panduan di PMM, 2) membelanjakan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOP) melalui SIPLah, 3) membuat Rencana Kerja Tahunan/Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKT/RKAS) berdasarkan ketentuan pada PAUDPEDIA Kemdikbud, serta 4) terlibat aktif menggunakan fitur TANYA BOS jika terkendala dalam penggunaan BOP.

Selanjutnya giliran Kepala SMPN 41 Jakarta, Metrin Evivi yang mengungkapkan rasa senangnya bergabung dalam Sekolah Penggerak. Metrin mengatakan, sekolahnya lebih leluasa menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada anak. Dampak yang dirasakan sekolah setelah menerapkan Kurikulum Merdeka yaitu 1) guru dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan berbasis profil pelajar Pancasila; 2) peserta didik mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar meliputi kesiapan, minat, profil belajar siswa, dan gaya belajar.

Kemudian, 3) sekolah membentuk ekstrakurikuler yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, 4) sekolah mengadakan Deklarasi Anti Perundungan, 5) melaksanakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), 6) memanfaatkan potensi lingkungan dalam kegiatan P5, serta 7) menghasilkan karya P5 yang sesuai dengan potensi peserta didik di SMPN 41 Jakarta. “Selain itu, guru juga lebih bebas mengeksplorasi berbagai sumber belajar seperti PMM dan mengikuti pelatihan mandiri melalui gurubelajar.kemdikbud.go.id,” sebutnya.

Sedangkan dalam perencanaan berbasis data, capaian SMPN 41 yaitu 1) terbentuknya Tim KOSP, ASESMEN, PROJEK; 2) sekolah memiliki data Profil Siswa yang meliputi biodata diri, gaya belajar, potensi diri, dan hasil asesmen kognitif untuk 10 mata pelajaran; serta 3) meningkatnya kemampuan literasi dan numerasi peserta didik seperti adanya Pojok Literasi, Meja Baca, Pop Up Book Budaya Nusantara, Bulan Bahasa, Literasi di Perpustakaan, dan Podcast Perundungan.

Lalu, 4) terkait pembinaan karakter, sekolah membentuk ekstrakurikuler kerohanian; 5) adanya Deklarasi Anti Perundungan; dan 6) meningkatnya iklim keamanan sekolah berkat dibentuknya Grup JAGUAR yang beranggotakan BABINSA, Kepala SMP Negeri dan Swasta, Wakil Kesiswaan, Guru BK, serta POLSEK Pasar Minggu.

Untuk digitalisasi sekolah, setelah sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka, yang dirasakan adalah 1) meningkatnya pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, 2) meningkatnya pemanfaatan teknologi pada ekskul MADING Wallmy41 – IG, FORZINE – 41 Magazine (Mading Online SMPN 41 Jakarta), 3) semakin masif penggunaan QR Code dalam Karya P5, dan 4) meningkatnya pemanfaatan media sosial untuk melakukan On-line sales saat P5 – PASKUNTARA (Pasar Kuliner Nusantara).

Kemudian, 5) adanya BK TOP (Bimbingan Kelompok Topik Happening), 6) pemanfaatan digitalisasi sekolah untuk pembelajaran dan asesmen sekolah, 7) pembuatan Website SMPN 41 Jakarta, serta 8) pengarsipan data satu pintu memanfaatkan Google Drive akun belajar.id.

“Kami terus berupaya melibatkan seluruh elemen sekolah termasuk orang tua siswa dalam penyelenggaraan program. Lalu, dalam perencanaan berbasis data, kami menggali dari potensi sekolah. Untuk meningkatkan minat baca, kami beri apresiasi kepada anak yang paling banyak meminjam buku dan bagi kelas yang memiliki Pojok Bacaan. Kemudian dalam hal digitalisasi sekolah, kami dibimbing Dinas Pendidikan untuk membuat laman, mengarsipkan data satu pintu, dan lain-lain,” tuturnya.

Berikutnya, Kepala Sekolah SMA Avicena Jagakarsa, Muqorobin, yang menceritakan praktik baik Sekolah Penggerak.  Mengingat kondisi dunia yang semakin tidak menentu, tantangan global yang luar biasa, serta adanya bonus demografi, maka Muqorobin merasa bahwa sudah seyoganya institusi pendidikan terus bergerak untuk beradaptasi menyikapi hal-hal tersebut. “Implementasi Kurikulum Merdeka adalah bagian dari transformasi pendidikan dan mau tidak mau kita harus mengikuti itu. Tantangannya bagaimana guru siap, berinovasi dan melakukan berbagai pendekatan dalam menyikapi perubahan,” jelasnya.

Oleh karena itu, SMA Avicenna menerapkan strategi 5D. Pertama, Drum-Up yaitu menumbuhkan komitmen dan kemauan untuk perubahan dalam penerapan Kurikulum Merdeka dan pembelajaran. Kedua, Diagnose, yaitu mengidentifikasi dan menetapkan skala prioritas kebutuhan pengembangan program. Ketiga, Design, yaitu merancang ide penyelesaian masalah dan menyusun rencana aksi dalam mewujudkan pembelajaran berdiferensiasi. Keempat, Deliver yaitu pelaksanaan rencana aksi dalam pengembangan kompetensi guru melalui bimbingan dan pendampingan. Kelima, Development Program, yaitu melaksanakan, mengawasi, mengevaluasi, dan merefleksikan program pengembangan.

“Strategi 5G ini kami nilai berdampak bagi sekolah. Saat ini tersedia data pemetaan kompetensi guru dan layanan pembelajaran berbasis kebutuhan peserta didik. Lalu, terbentuknya komunitas pembelajaran. Selain itu, layanan pembelajaran menjadi lebih bemakna sehingga menimbulkan rasa percaya dari lembaga lain dalam program sharing dan desiminasi. Serta tersedianya digitalisasi sistem tata kelola sekolah,” jelas Muqorobin.***

Tinggalkan Balasan