Tim Ditjen GTK- 01 Maret 2023
Pekanbaru, Kemendikbudristek—Perjuangan dalam menghidupkan geliat pendidikan di Indonesia terus bergulir. Salah satunya tercermin dari semangat perjuangan yang digawangi oleh Kepala SMP Negeri 43 Pekanbaru, Zuraida. Meskipun secara administratif sekolah ini berada di wilayah Kota Pekanbaru, namun lokasinya yang lebih dekat ke Sungai Siak daripada pusat kota, membuat sekolah ini setiap tahun menjadi langganan banjir.
Saat banjir datang, proses pembelajaran tetap berjalan seperti biasa. Namun, kalau ada siswa yang tidak masuk sekolah sampai tiga hari, para guru akan datang ke rumah untuk memastikan bahwa peserta didik dalam kondisi baik. “Memimpin sekolah ini adalah sebuah tantangan besar. Kondisi geografis tentunya sangat mempengaruhi aktivitas belajar mengajar,” ungkapnya mengawali perbincangan.
Tantangan lain yang dirasakan Zuraida adalah keterbatasan ruang kelas. “Rombongan belajar (rombel) ada 10, sedangkan ketersediaan kelas hanya 6. Kalau minta bantuan Ruang Kelas Baru (RKB), meskipun dalam kondisi kurang, masalahnya sekolah kami tidak berada di daerah 3T, karena masuk daerah kota Pekanbaru,” terang dia.
Zuraida adalah seorang guru bahasa Indonesia yang sudah mengabdi selama 28 tahun. Banyak sekolah di Pekanbaru yang pernah menjadi tempatnya mengajar. Baru di tahun 2021, ia diangkat menjadi kepala sekolah hingga sekarang.
“Saya diangkat jadi kepala sekolah saat masih mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak (PGP),” ujarnya. Zuraida merupakan angkatan pertama PGP yang menjalani pelatihan selama 9 bulan. Ternyata, pengalaman dan wawasan yang didapatkannya selama pelatihan, menjadi bekal untuk menghadapi berbagai tantangan di sekolah yang dipimpinnya itu.
Banyak manfaat dari materi PGP yang membantunya menjalankan proses pembelajaran dengan lebih baik. Zuraida mengaku bahwa sebelumnya ia cenderung pemarah namun selama mengikuti PGP ia mendapatkan materi berharga tentang bagaimana cara menjaga emosi.
Selain itu, mengingat banyaknya tantangan yang harus ia hadapi, Zuraida mengaku butuh kerja sama yang kuat antarseluruh warga pendidikan untuk memajukan sekolah. Ia juga belajar bagaimana cara bersikap dalam mengajar dan mengambil keputusan sebagai kepala sekolah. “Itu sebabnya, PGP bagi saya sangat luar biasa,” tegasnya.
Pentingnya Konsistensi dalam Menjalankan Tahapan Peningkatan Mutu Pembelajaran
Setelah mengikuti PGP, Zuraida menyadari bahwa perubahan ia bangun harus dilakukan secara bertahap dan konsisten. Terlebih melihat berbagai tantangan yang ia hadapi, seperti SDM guru. “Kami masih kekurangan dua orang guru Bahasa Indonesia dan satu orang guru Bahasa Inggris. Ditambah lagi, jumlah siswa per kelas paling banyak 35 orang dan jumlah keseluruhan 333 orang,” ungkapnya.
“Tidak semua siswa yang memiliki motivasi untuk belajar, dukungan orang tua dan lingkungan sangat dibutuhkan,” tutur Zuraida. Situasi yang harus dihadapi kepala sekolah ini membuatnya berkeyakinan bahwa pihak pertama yang harus diubah terlebih dahulu adalah guru sebagai motor perubahan. Untuk itu, dalam berbagai kesempatan, ia selalu menanamkan bahwa guru harus mengubah pola pikir, membangun budaya positif, dan dapat mengelola emosi dengan baik.
“Sebagian hal yang diajarkan di PGP sudah saya lakukan. Saya mencoba mengajarkan ke teman-teman, namun butuh proses,” ungkap Zuraida.
Zuraida meyakini, jika sudah ada perubahan pada guru, maka peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih baik. Sejauh ini, bersama para guru ia mencoba menerapkan pembinaan berdasarkan hasil asesmen diagnostik. Jadi, ketika ada siswa yang datang terlambat atau tidak masuk sekolah, pihaknya tidak langsung memberi sanksi melainkan diberi pembinaan terlebih dulu.
“Kini, setiap hari Sabtu kami namakan Sabtu Ceria. Di hari itu, anak-anak menuangkan dan menceritakan apa saja yang mereka baca dari Senin sampai Jumat,” tutur Zuraida yang juga memberi kebebasan peserta didiknya untuk belajar di luar kelas.
Perubahan lain yang dilakukan adalah memastikan agar Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dapat dijalankan dengan baik. Salah satunya adalah dengan membuat sebuah koperasi siswa. Tak hanya itu, ia juga berencana untuk membuat kesepakatan dengan komunitas Rumah Kreatif di Pekanbaru untuk memanfaatkan barang-barang bekas.
PGP Membuka Peluang bagi Guru Menciptakan Terobosan untuk Lebih Dekat dengan Siswa
Menyadari bahwa guru adalah motor pembelajaran, terobosan lain yang dilakukan Zuraida adalah mendekatkan guru dengan peserta didik. Sebelum diangkat sebagai kepala sekolah, Zuraida mempunyai ide bahwa seorang wali kelas sebaiknya dapat mendampingi siswa dalam proses pembelajaran hingga tamat. “Jadi, konsepnya, setiap murid di suatu kelas memiliki wali kelas yang sama sampai tamat sekolah,” ucapnya.
Pada mulanya, ide tersebut butuh penyesuaian, terutama bagi sesama guru. Kemudian, sedikit demi sedikit, para guru mulai terbiasa. Zuraida juga melakukan refleksi bersama dan melakukan riviu atas apa yang sudah dijalankan. “Respons teman-teman sangat positif,” ucapnya dengan senang.
Zuraida yakin, ketika seorang wali kelas mengikuti siswanya ke kelas selanjutnya maka dapat terbentuk kedekatan (bounding) antara guru dengan siswa. Dengan begitu, siswa tidak segan mengungkapkan permasalahan dirinya kepada guru tersebut. Sebaliknya, guru pun lebih tahu secara mendalam perihal perkembangan muridnya. Namun, sejak lama gagasan tersebut sekian lama tersimpan di pikirannya saja.
“Sebagai guru biasa saya tidak bisa membuat kebijakan seperti itu. Namun, ketika sudah menjadi kepala sekolah, gagasan itu baru bisa diwujudkannya. Ini bisa terjadi tak lain karena PGP memberikan kesempatan bagi Guru Penggerak untuk mengembangkan karir dan menerapkan berbagai terobosan,” lanjutnya.
PGP Dorong Terciptanya Berbagai Kolaborasi
Hal lain yang coba diterapkan Zuraida dari pengalamannya mengikuti PGP adalah membangun kolaborasi dengan banyak pihak guna meningkatkan mutu pembelajaran sekolahnya sendiri maupun sekolah lain di sekitarnya.
Sejauh ini, Zuraida merupakan satu-satunya kepala sekolah dari SMP Negeri se-Pekanbaru yang memiliki sertifikat Guru Penggerak dan Asesor Sekolah Penggerak. Oleh karena itu, ada tanggung jawab baginya untuk memotivasi rekan-rekan di sekolah lain agar tidak terpaku di zona nyaman. Meskipun ia menyadari bahwa tidak semua orang bisa menerima perubahan dan ajakan untuk berubah. Oleh karena itu, ia sangat bersyukur karena Kemendikbudristek menyediakan Platform Merdeka Mengajar (PMM) sebagai inspirasi untuk saling berbagi model pembelajaran dan memulai langkah perubahan.
“Sejauh ini, saya sudah turun ke lapangan sebagai narasumber sampai ke beberapa kecamatan di Provinsi Riau. Alhamdulillah, Dinas Pendidikan mendukung,” ujarnya ***